Nilai Tukar Rupiah 3 November 2025, Dolar AS Menguat di Tengah Ketidakpastian Global

Senin, 03 November 2025 | 08:20:20 WIB
Nilai Tukar Rupiah 3 November 2025, Dolar AS Menguat di Tengah Ketidakpastian Global

JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan bergerak fluktuatif dan cenderung melemah pada awal pekan ini.
Pada perdagangan Senin, 3 November 2025, rupiah diproyeksikan berada di kisaran Rp16.630 hingga Rp16.680 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat menunjukkan penguatan terbatas di akhir pekan lalu.

Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat, 31 Oktober 2025, rupiah tercatat menguat tipis sebesar 0,03% ke level Rp16.631 per dolar AS. Di saat yang sama, indeks dolar AS juga mengalami penguatan sebesar 0,04% ke posisi 99,56. Kondisi ini menggambarkan pergerakan yang hati-hati di pasar keuangan global menjelang kebijakan moneter lanjutan dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).

Pergerakan Mata Uang Asia yang Tidak Seragam

Kurs mata uang utama di kawasan Asia juga menunjukkan arah yang beragam terhadap dolar AS. Sejumlah mata uang terpantau melemah, di antaranya yen Jepang yang terkoreksi 0,12%, dolar Singapura turun 0,02%, dolar Taiwan melemah 0,11%, rupee India terkoreksi 0,07%, dan yuan China turun tipis 0,04%.

Sementara itu, penguatan justru terjadi pada beberapa mata uang lain seperti dolar Hong Kong yang naik 0,01%, won Korea menguat 0,28%, peso Filipina naik 0,23%, ringgit Malaysia naik 0,20%, dan baht Thailand naik 0,09%. Pergerakan yang bervariasi ini menunjukkan bahwa pasar regional masih mencari arah di tengah ketidakpastian kebijakan moneter global dan dinamika ekonomi masing-masing negara.

Kebijakan The Fed Jadi Penentu Arah Dolar AS

Pengamat forex Ibrahim Assuaibi menjelaskan, penguatan dolar AS pada perdagangan kali ini dipicu oleh keputusan The Fed yang menurunkan suku bunga acuannya. Namun, meskipun pemangkasan suku bunga telah dilakukan, Ketua The Fed Jerome Powell memberi sinyal bahwa langkah selanjutnya pada Desember belum dapat dipastikan.

“Ketidakpastian arah kebijakan The Fed ini telah mendorong imbal hasil obligasi AS naik dan membuat dolar AS kembali menguat,” ujar Ibrahim.

Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pelaku pasar global masih mencermati dengan seksama setiap pernyataan pejabat The Fed, terutama yang terkait dengan potensi pelonggaran moneter lanjutan. Kenaikan imbal hasil obligasi AS menjadi indikasi bahwa investor memilih bertahan pada aset-aset berisiko rendah di tengah prospek ekonomi yang belum pasti.

Hubungan Dagang Amerika Serikat dan China Masih Tegang

Selain faktor kebijakan moneter, dinamika hubungan antara Amerika Serikat dan China juga turut memberi tekanan pada sentimen pasar. Meski pertemuan antara Donald Trump dan Xi Jinping sempat dilakukan beberapa waktu lalu, sejumlah analis menilai langkah tersebut belum cukup untuk menurunkan tensi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu.

Pasar masih menunggu perkembangan lebih lanjut mengenai kesepakatan dagang dan potensi kebijakan tarif yang mungkin kembali diberlakukan. Kondisi ini menyebabkan volatilitas nilai tukar di kawasan Asia tetap tinggi karena investor mencari aset yang dianggap aman, termasuk dolar AS.

Fundamental Ekonomi Domestik Tetap Kuat

Dari dalam negeri, kondisi ekonomi Indonesia dinilai tetap menunjukkan ketahanan yang baik di tengah tekanan eksternal. Ibrahim menyebutkan, inflasi yang berada pada level 2,65% year-on-year (YoY) pada September 2025 menjadi sinyal bahwa kestabilan harga masih terjaga dengan baik.

Selain itu, tingkat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencapai 115 memperlihatkan optimisme masyarakat terhadap prospek ekonomi nasional. “Angka tersebut menunjukkan bahwa daya beli masyarakat dan keyakinan terhadap kondisi ekonomi masih solid,” kata Ibrahim.

Dari sisi eksternal, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus yang cukup besar, yakni sebesar US$29,14 miliar. Surplus ini turut memperkuat posisi cadangan devisa nasional yang berperan penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Menurut Ibrahim, kondisi perbankan yang sehat, likuiditas yang terjaga, serta cadangan devisa yang memadai menjadi kombinasi faktor yang menjaga kepercayaan terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.

Reformasi Struktural Dorong Optimisme Investasi

Pemerintah juga terus melanjutkan langkah reformasi struktural untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional. Salah satu langkah penting yang disebut Ibrahim adalah penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang kemudahan perizinan berusaha.

“Selain itu, reformasi struktural juga terus didorong melalui deregulasi kemudahan berusaha dengan diimplementasikannya PP Nomor 28 Tahun 2025 yang diharapkan akan mendorong proses perizinan berusaha menjadi semakin cepat, mudah, dan pasti,” ujarnya.

Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan iklim investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang masih membayangi. Dengan birokrasi yang lebih efisien dan transparan, Indonesia diharapkan dapat menarik lebih banyak minat investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Prospek Rupiah Masih Dipengaruhi Sentimen Global

Ke depan, arah pergerakan rupiah masih akan sangat bergantung pada dinamika global, terutama terkait kebijakan suku bunga The Fed dan perkembangan hubungan dagang AS–China. Tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan terasa selama ketidakpastian global belum mereda.

Namun, dengan fundamental ekonomi domestik yang kuat, inflasi yang terkendali, dan surplus neraca perdagangan yang terjaga, rupiah dinilai masih memiliki ruang untuk kembali menguat dalam jangka menengah.

Pelaku pasar diimbau untuk tetap mencermati pernyataan dan kebijakan moneter dari The Fed serta kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Dengan kombinasi faktor eksternal dan domestik yang dinamis, rupiah akan terus menjadi cerminan dari keseimbangan antara tantangan global dan kekuatan ekonomi dalam negeri.

Terkini